Rabu, 28 Juli 2010

District Six, Duka Saudara Kita

Kompas - Rabu, 28 Juli
DISTRICT Six atau Distrik Enam (Indonesia) atau Distrik Ses (Afrika) bukan sembarang distrik. Ini wilayah bersejarah yang menumbuhkan komunitas warga coloured (berwarna) yang di dalamnya banyak keturunan Indonesia, begitu juga budaya indahnya. Namun, pemerintah apartheid mengusir mereka hingga menghancurkan perasaan, kemapanan, juga keutuhan mereka.

Areal ini terletak di Cape Town, Afrika Selatan. Di tempat itu orang-orang coloured yang sebagian besar mantan budak ditempatkan. Maklum, semasa apartheid, ada pemisahan permukiman berdasarkan ras dan warna kulit.

Nama District Six diberikan pemerintahan kulit putih pada 1867. Distrik ini dibatasi Sir Lowry Road di utara, Tennant Road di barat, De Waal Drive di selatan, dan Cambridge Street di timur.

Menjelang akhir abad ke-19, distrik ini sudah menjadi daerah yang amat ramai dan berkembang. Jumlah penduduknya sepersepuluh dari populasi di Cape Town. Penduduk yang dominan adalah Cape Malay atau coloured people. Dan, di antara warga Cape Malay itu, keturunan bekas budak dan tahanan politik Indonesia sangat dominan. Selain itu, penduduknya ada sedikit kulit hitam keturunan suku Xhosa, kulit putih, dan India.

Setelah Perang Dunia II, District Six sudah menjadi kosmopolitan. Lalu, tiba-tiba pada 11 Februari 1966, pemerintah mendeklarasikan District Six sebagai daerah khusus orang kulit putih lewat dekrit Group Areas Act. Penduduknya yang Cape Malay atau coloured dan hitam harus pindah. Ini membuat seluruh warga geram.

Sutradara David Kramer dan Taliep Petersen menggambarkan keresahan warga District Six dengan baik dalam opera mereka berjudul District Six. Opera ini mengambil setting pada 1967 ketika awal perpindahan diumumkan dan penduduk mulai didata pemerintah kulit putih.

Perpindahan kemudian dimulai pada 1968. Menjelang 1982, sudah ada 60.000 orang yang dipindah paksa ke Cape Flats, sejauh 25 kilometer dari District Six.

Alasan pemerintah waktu itu, District Six sudah berkembang menjadi daerah kriminal. Banyak perjudian, peredaran obat terlarang, dan kumuh. Namun, warga yakin bahwa alasan sebenarnya karena kulit putih ingin menempati District Six yang letaknya strategis dan sudah menjadi kota yang berkembang.

Banyak cerita duka dan nestapa pada periode pemindahan. Pemerintah aparheid tak peduli dengan protes warga. Mereka membuldozer rumah-rumah warga hingga rata. Hanya ada beberapa bangunan yang dipertahankan.

Ini duka yang terus diingat warga coloured atau Cape Malay. Dan, sebagian dari mereka punya darah Indonesia.

"Anda orang Indonesia harus tahu District Six. Ini tanah kebanggaan kami yang pernah direnggut dan menggoreskan banyak luka," kata Chris Mullins (54), warga coloured asal Cape Town yang mengalami perpindahan itu.

"District Six adalah rumah kami, tetapi pemerintah apartheid kemudian mengusir kami ke daerah terpencil," lanjutnya.

Setelah tumbangnya apartheid pada 1994, partai berkuasa African National Congress mengembalikan District Six kepada pemiliknya. Warga Cape Malay pun sebagian menemukan lagi tempatnya. Menjelang tahun 2003, pembangunan perumahan dimulai. Sebanyak 24 rumah akan menjadi milik orang yang berumur 80 tahun ke atas. Nelson Mandela, Presiden Afsel saat itu, menyerahkan sendiri kunci rumah secara simbolis kepada Ebrahim Murat (87) dan Dan Ndzabela (82). Tahun berikutnya, sekitar 1.600 keluarga dijadwalkan kembali ke District Six.

District Six menjadi bagian dari kisah pilu korban apartheid. Luka itu begitu dalam, hingga kisahnya masih diingat warga coloured atau Cape Malay. Bahkan, sebagian kisah itu terabadikan di dalam Museum District Six.

"Saya tak pernah melupakan kisah District Six. Anak saya pun tahu meski dia tak mengalaminya. Maka, saya selalu menyimpan semua lagu dan video yang bercerita atau berhubungan dengan District Six," tutur Chris Mullins yang dengan baik hati memberi kopi semua koleksinya tentang District Six kepada Kompas.com.

Karim lain lagi. Bapak berumur 35 tahun ini masih kecil ketika terjadi perpindahan warga District Six. Namun, dia ikut merasakan luka yang dalam setelah tahu cerita dari orangtua atau tetangganya.

"Ceritakan kisah District Six ini kepada teman-teman Anda jika sudah pulang ke Indonesia," kata Karim kepada Kompas.com dalam suatu percakapan tanggal 7 Juli 2010 lalu.

Mendiknas: Guru Sudah Lulus Sertifikasi Masih Mengecewakan

Padang (ANTARA) - Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, dari survei terhadap 21 persen guru di Indonesia yang sudah lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio ternyata hasilnya masih mengecewakan.

"Guru yang sudah ikut sertifikasi secara nasional sekitar 21 persen, sebanyak 40 persen dari jumlah disertifikasi melalui penilaian portofolio, hasil masih mengecewakan karena tak terlihat peningkatan," kata Mendiknas dalam kunjungan kerja ke Sumbar, Rabu.

Mendiknas ke Sumbar selama dua hari (Selasa-Rabu), dengan agenda meresmikan dua SDN yang dibangun donatur pascagempa, dan menggelar pertemuan dengan unsur pendidikan se-Sumatera Barat.

Survei yang dilakukan terhadap 40 persen guru telah ikut sertifikasi itu, kata Mendiknas, guna melihat apakah terjadi peningkatan atau tidak setelah mengantongi sertifikat tersebut.

Responden dalam survei dilakukan terhadap kawan sejawat, kepala sekolah dan orangtua murid, tapi hasilnya masih mengecewakan karena tidak terlihat memberi dampak yang lebih baik.

Padahal, guru yang sudah ikut sertifikasi seharusnya memberikan dampak terhadap peningkatan kualitasnya karena kesejahteraan semakin baik.

"Melihat fakta guru sudah disertifikasi hasilnya masih mengecewakan, tentu perlu upaya evaluasi ke depan," katanya dan menambahkan, negara sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk memperhatikan kesejahteraan guru.

Namun, realitanya belum seimbang dengan biaya yang dikeluarkan negara dengan peningkatan kemampuan serta kontribusi yang diberikan para tenaga pengajar.

Kondisi ini, merupakan salah satu persoalan yang tengah dihadapi pada dunia pendidikan secara nasional dari sekian banyak stok masalah pendidikan di negeri ini.

Oleh karenanya, imbau Mendiknas, unsur pendidikan jangan menambah persoalan yang ada karena stok masalah dihadapi dunia pendidikan Indonesia masih kompleks.

Urusan sertifikasi tiga tahun terakhir tidak bergerak, katanya, terkait hanya 21 persen baru terealisasi, sedangkan target harus tuntas menjelang 2014 mendatang.

Namun, kalau hanya sekitar 21 persen dalam kurun tiga tahun, bagaimana untuk melayani yang jumlahnya masih tersisa 79 persen lagi.

Mendiknas menegaskan, penerapan sertifikasi harus melihat dan mengukur kemampuan guru, sehingga tidak saja ikut-ikutan dan jangan sampai di obral.

Menurut Mendiknas, sertifikasi guru akan tetap dilanjutkan dan diharapkan sesuai dengan target hingga 2014 bisa tercapai.

Kelemahan yang ada sekarang, tentu akan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Bahkan, Kemendiknas sedang mendesign `profesi guru`, nantinya guru yang lulus harus mendapatkan sertifikat terlebih dahulu dari lembaga pendidikan guru.

Mendiknas menjelaskan, pada design `profesi guru` yang dipersiapkan sama dengan lulusan kedokteran yang belum ikut program magang dokter baru selama setahun, belum dibolehkan menyuntik orang.

Jadi, ke depan calon guru yang baru lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) belum bisa langsung mengajar dan harus dibekali secara kompetensi dan psikologi terlebih dahulu. Program ini diharapkan bisa dilaksanakan pada 2012.

"Ke depan guru yang sudah sertifikasi dievaluasi, meskipun tidak sekali setahun untuk melihat perkembangan kompetensinya. Guru juga harus ada rapor sekali setahun, meteri saja ada rapornya," kata Mendiknas.

Mendiknas: Guru Sudah Lulus Sertifikasi Masih Mengecewakan

Padang (ANTARA) - Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, dari survei terhadap 21 persen guru di Indonesia yang sudah lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio ternyata hasilnya masih mengecewakan.

"Guru yang sudah ikut sertifikasi secara nasional sekitar 21 persen, sebanyak 40 persen dari jumlah disertifikasi melalui penilaian portofolio, hasil masih mengecewakan karena tak terlihat peningkatan," kata Mendiknas dalam kunjungan kerja ke Sumbar, Rabu.

Mendiknas ke Sumbar selama dua hari (Selasa-Rabu), dengan agenda meresmikan dua SDN yang dibangun donatur pascagempa, dan menggelar pertemuan dengan unsur pendidikan se-Sumatera Barat.

Survei yang dilakukan terhadap 40 persen guru telah ikut sertifikasi itu, kata Mendiknas, guna melihat apakah terjadi peningkatan atau tidak setelah mengantongi sertifikat tersebut.

Responden dalam survei dilakukan terhadap kawan sejawat, kepala sekolah dan orangtua murid, tapi hasilnya masih mengecewakan karena tidak terlihat memberi dampak yang lebih baik.

Padahal, guru yang sudah ikut sertifikasi seharusnya memberikan dampak terhadap peningkatan kualitasnya karena kesejahteraan semakin baik.

"Melihat fakta guru sudah disertifikasi hasilnya masih mengecewakan, tentu perlu upaya evaluasi ke depan," katanya dan menambahkan, negara sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk memperhatikan kesejahteraan guru.

Namun, realitanya belum seimbang dengan biaya yang dikeluarkan negara dengan peningkatan kemampuan serta kontribusi yang diberikan para tenaga pengajar.

Kondisi ini, merupakan salah satu persoalan yang tengah dihadapi pada dunia pendidikan secara nasional dari sekian banyak stok masalah pendidikan di negeri ini.

Oleh karenanya, imbau Mendiknas, unsur pendidikan jangan menambah persoalan yang ada karena stok masalah dihadapi dunia pendidikan Indonesia masih kompleks.

Urusan sertifikasi tiga tahun terakhir tidak bergerak, katanya, terkait hanya 21 persen baru terealisasi, sedangkan target harus tuntas menjelang 2014 mendatang.

Namun, kalau hanya sekitar 21 persen dalam kurun tiga tahun, bagaimana untuk melayani yang jumlahnya masih tersisa 79 persen lagi.

Mendiknas menegaskan, penerapan sertifikasi harus melihat dan mengukur kemampuan guru, sehingga tidak saja ikut-ikutan dan jangan sampai di obral.

Menurut Mendiknas, sertifikasi guru akan tetap dilanjutkan dan diharapkan sesuai dengan target hingga 2014 bisa tercapai.

Kelemahan yang ada sekarang, tentu akan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Bahkan, Kemendiknas sedang mendesign `profesi guru`, nantinya guru yang lulus harus mendapatkan sertifikat terlebih dahulu dari lembaga pendidikan guru.

Mendiknas menjelaskan, pada design `profesi guru` yang dipersiapkan sama dengan lulusan kedokteran yang belum ikut program magang dokter baru selama setahun, belum dibolehkan menyuntik orang.

Jadi, ke depan calon guru yang baru lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) belum bisa langsung mengajar dan harus dibekali secara kompetensi dan psikologi terlebih dahulu. Program ini diharapkan bisa dilaksanakan pada 2012.

"Ke depan guru yang sudah sertifikasi dievaluasi, meskipun tidak sekali setahun untuk melihat perkembangan kompetensinya. Guru juga harus ada rapor sekali setahun, meteri saja ada rapornya," kata Mendiknas.